Saturday, 9 April 2011

saat kita di tengah masa
kita erat berjabat
berdua lewati titian semu
menuju terang mentari jauh di depan
gelak tawa dan tangis bertukar
kita siapa?
bukan saudara!
mari sobat kita berjabat
ucapkan selamat tinggal
jalan simpang sudah dekat
lambaikan tangan sebab mentari
kita berbeda.
Perjalanan kami mengakrabi rimba sunyi
Melewati jalanan nurani
Meniti jembatan perasaan sepi
Menuju puncak gunung yang abadi
Tangan-tangan kotor itu racun
Haruskah kami menutup mata
Sekedar memurnikan yang kami lihat Sekadar menikmati hijaunya dalam pegunungan
Tangan-tangan kotor itu
Harus kami lihat dan kami tentang
Meski dengan kebesaran jiwa yang bengkak
Meski dengan kacamata yang tak pernah bertepi.

bangsat

sudah saatnya aku berhenti
menghitung hari tak bertepi
yang kian menyiksa diri
telah lama kujelajahi padang kenangan
dalam redup sendu cahaya matamu
senyum manismu
kecantikan wajahmu
mengiringkan langkahku menapaki taman surgawi
terukir kenangan bersamamu
kini
telah saatnya aku berhenti
menghitung hari
yang kian menyiksa diri

pada mekarnya mawar
menyimpan duri
pada indahnya taman surgawi
ternyata hanya mimpi
duri itu, kasih
begitu ganas menusuk ke ulu hati
hingga aku sadar diri
semuanya hanya mimpi
sebab tak mungkin kau kumiliki
lambaian tanganmu kasih
kian menoreh luka di hati
selamat tinggal kasih
dan jangan kau kembali

haniku


haniku sedang melarat
tubuh dan isi kantongnya sekarat
rupanya seperti benang kusut berserat
meraung jerembab mengapa bisa terjerat
tergoda wanita malam dengan bir sekrat
sempoyongan pulang, kepala terasa berat
haniku sedang bersedih
meratap lekat lelaku tersayat pedih
menahan letupan kesal jikalau mendidih
dari perselingkuhannya hingga tumpangtindih

wanita

Berdiri dibawah remangnya malam
Bersembunyi dalam balutan kain tipis
Mata melirik memberi salam
Tawa renyah disudut senyum manis
Wangi menyerbu saat kau maju
Gemerlap coba kau sajikan
Dari balik baju ketatmu
Dan bersiap untuk dimakan
Kau, baju ketat dan kerlipan nakal
Berbaur dalam kehidupan
Kau, kotor dan dosa
Telah dijadikan satu
Walau semua itu belum tentu nyata
Yang memaki belum tentu lebih bersih
Namun kau adalah fakta
Gambaran sisi dunia

Wednesday, 6 April 2011

semar

Semar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia merupakan simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol dari bumi, tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya.
Semar selalu tersenyum, tapi bermata sembab. Penggambaran ini sebagai simbol suka dan duka. Wajahnya tua tapi potongan rambutnya bergaya kuncung seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda. Ia berkelamin laki-laki, tapi memiliki payudara seperti perempuan, sebagai simbol pria dan wanita. Ia penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat jelata, sebagai simbol atasan dan bawahan.
Keistimewaan Semar
Semar merupakan tokoh pewayangan ciptaan pujangga lokal. Meskipun statusnya hanya sebagai abdi, namun keluhurannya sejajar dengan Prabu Kresna dalam kisah Mahabharata. Jika dalam perang Baratayuda menurut versi aslinya, penasihat pihak Pandawa hanya Kresna seorang, maka dalam pewayangan, jumlahnya ditambah menjadi dua, dan yang satunya adalah Semar.
Semar dalam karya sastra hanya ditampilkan sebagai pengasuh keturunan Resi Manumanasa, terutama para Pandawa yang merupakan tokoh utama kisah Mahabharata. Namun dalam pementasan wayang yang bertemakan Ramayana, para dalang juga biasa menampilkan Semar sebagai pengasuh keluarga Sri Rama ataupun Sugriwa. Seolah-olah Semar selalu muncul dalam setiap pementasan wayang, tidak peduli apapun judul yang sedang dikisahkan.
Dalam pewayangan, Semar bertindak sebagai pengasuh golongan kesatria, sedangkan Togog sebagai pengasuh kaum raksasa. Dapat dipastikan anak asuh Semar selalu dapat mengalahkan anak asuh Togog. Hal ini sesungguhnya merupakan simbol belaka. Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan. Jadi, apabila para pemerintah - yang disimbolkan sebagai kaum kesatria asuhan Semar - mendengarkan suara rakyat kecil yang bagaikan suara Tuhan, maka negara yang dipimpinnya pasti menjadi 
nagara yang unggul dan sentosa.

Saturday, 2 April 2011

“semuanya itu sudah terjadi… dan biarkanlah waktu yang akan menghapusnya, bagaimanapun jua sebagai manusia pasti mempunyai noda hitam dalam hidupnya…. sudahlah kawan, mari kita lupakan semuanya, dan sekarang aku hanya ada kata maaf dan rindu yang mendalam to selamanya”

Cukup lama derita itu bersarang
Hati memudarkan warna dalam kebiruan
tak terhitung rintihan hati dan langkah tertatih dalam kesendirian
Mata tatapkan keburukan pada diri

Akar cinta itu tercabut
Kata berontak susutkan ketakutan, makna dalam mengena pada hati
Jauh beban dalam pandangan, curahkan dalam wadah kesedihan
Atur jiwa tak terujar dalam, akankah sasaran memutar tepat bidang

Derita dalam hidup beri beri ajaran, tentang kekejaman sesama
Semua ada dalam makna mungkin terungkap atau tidak
Kias arti dalam kehidupan kata-kata bathil, tembuskan kemulian semu
Benar kata dalam menjadi pengertian

Tak ada guna surutkan langkah
Selalu mengiringi langkah, bersama bayangan kegelapan
Bersama siang yang tak cerah, tak terlihat dari kejauhan
Tampaklah hanya ceria tanpa rasa

Yang lalu hanya membuat, Kemuraman pegangan jalinan
Terasa waktu hanya terlewatkan dengan injakan yang tak pasti
Hanya kata yang tak dalam bersujud di antara keinginan yang begitu besar
Untuk raih segala impian yang terasa cuma menyarangkan kecemasan, ketegangan
Di antara harapan terbentang banyak keinginan