Monday, 4 July 2011

sesatttt


Aku ini adalah diriMu
Jiwa ini adalah jiwaMu
Rindu ini adalah rinduMu
Darah ini adalah darahMu
itu katanya syair Dewa
Coba kita kembali ke Layer 0
Bagian manakah dari dirimu yang bukan dariNya?
Tapi jangan kotori Nur Ilahi dengan bejatnya nafsumu
Karna itu sucikanlah,
dan tegapkan langkah,
untuk menuju status,
Manunggaling Kawula Gusti

jakrta

jakarta biang cerita dunia mafiaterbaca jelas di jidat politisinyakomisi, korupsi, dan jual diri! politiknya seribujanjijakarta pernah bikin teater reformasiyang hasilnya kerajaan korupsi

desa-desa terendam lumpur bisu swara wakil rakyatmu membatu?
kerna perasaian rakyat tak terwakili kepentingan grup bisnis nomor satu politisi pun rebutan tender pilpres intelektual bayaran jadi tim sukses lengkap dengan semboyan tipuan ngeberakin segala yang buta warna
lalu apa dayamu penyair? sekedar punya mimpi dalam sebaris syair?
tanyalah pada kaum urban setelah ia berhasil di ibukota lupa pada kampung halaman yang tersisa memori karatan
nyanyian anak jalanan merindukan bulan syok terapi pada kenangan di perantauan

KEMERDEKAAN KITA
kemerdekaan itu fatamorgana raja lenong masih aja nongkrong di istana negara doi berkuasa di luar sana rakyatnya miskin merana
indonesia seperti di jaman kolonial klas penindas dideking senjata dan modal klas tertindas diinjak dan diperas
kemerdekaan kayak roman picisan penguasa istana maunya dipanggil tuan
apa enaknya dijajah bangsa sendiri? rindu riwayat sejarah bangsa kuli ngantri ngemis demi sesuap nasi
kemerdekaan itu hayalan bisu di tanah air yang kayaraya yang tumbuh cuma korupsi dan prostitusi
siapa itu yang ngaku-ngaku bangsa indonesia? jutaan bangsanya mati sia-sia dibantai penguasa
peristiwa madiun tragedi 1965 peristiwa tanjung priuk tragedi semanggi wiji thukul munir
kemerdekaan itu catatan berdarah lebih dari seratus juta rakyat melarat berat ratapan anak jalanan nyangkut di langit ketujuh
kemerdekaan bukan jatuh dari langit kemerdekaan bau darah keringat rakyat
seruan di jaman revolusi 45 merdeka bung, tetep! ada nica bung, tangkep!
sekarang ceritanya lain lagi bos! kemerdekaan jadi mék-kep doang pesta 17an lomba panjat pinang
merdeka atau mati sudah diganti bisnis koruptor maling berdasi slogan di jaman reformasibasi
merdeka bung, tetep ada koruptor bung, tangkep!

ini kisah negri kapitalis pinggiran musiknya dangdut, dombret dan joged siapa tau kau punya ilmu ngepet mimpi basah mitos juara copet kehancuran akibat salah urus korupsi berjamaah nekat terus
reformasi cuma pameran kebohongan bunga hutang politik pembangunan
kau tau apa yang terjadi kawan realitas ganas jelas transparan mengaca batin pada kenyataan rakyat di bawah terinjak terpinggirkan bankir nyengir mainin angka kemiskinan
indonesia kita merana total terhina di jurang kehancuran dibecandain bursa pasar modal kekuasaan ditangan inlander sewaan diatur bigbosnya via politik bayaran
ini bukan dongeng cengeng bos! cerita nyata derita anak jalanan miskin dan berlimpah hasil alam kayak ayam mati di lumbung padi
riwayat kampung pencuri penuh sesak berita manipulasi
orba penyebar virus superjahat pahlawan bejat biang penjahat
awas! jangan ikut tersesat rapatkan barisan anti penindasan solider berpihak pada rakyat

anak gedongan minum susu ultra
kiri katanya si pembangkang
riwayat si miskin lapar berat
sebaris puisi merahnya darah
anak gedongan makan nasi rames
mesranya modal dan tajamnya bayonet
menusuk ulu hati pejuang demokrasi
sebaris puisi bisa bikin revolusi?
oya?!
anak gedongan pamer kekayaan
ortunya maling bin garong monyong!
tiba-tiba nongol banyak orang suci
ada sebaris pusi yang sakit hati
tikus berpesta di lumbung padi
negeri onani bandit reformasi
maka berdoalah sekuat iman
membara api sebaris puisi!

Sabda sukma


Description: H:\BlackBerry\pictures\ziarah03.jpgDescription: H:\BlackBerry\camera\IMG-20130708-00250.jpg

















Description: H:\BlackBerry\pictures\ziarah03.jpgDescription: H:\BlackBerry\camera\IMG-20130709-00254.jpgDescription: H:\BlackBerry\camera\IMG-20130708-00250.jpg








“Sabda sukma, adhep idhep Allah, kang anembah Allah, kang sinembah Allah, kang murba amisesa.” Pernyataan Syekh Siti Jenar diatas secara garis besarnya adalah: “Pernyataan roh yg bertemu-hadapan dgn Allah, yg menyembah Allah, yg disembah Allah, yg meliputi segala sesuatu.” Ini adalah salah satu sumber pengetahuan ajaran Syekh Siti Jenar yg maksudnya adalah sukma (roh di kedalaman jiwa) sebagai pusat kalam (pembicaraan dan ajaran). Hal itu diakibatkan karena di kedalaman roh batin manusia tersedia cermin yg disebut mir’ah al-haya’ (cermin yg memalukan). Bagi orang yg sudah bisa mengendalikan hawa nafsunya serta mencapai fana’ cermin tersebut akan muncul, yg menampakkan kediriannya dengan segala perbuatan tercelanya. Jika ini telah terbuka maka tirai-tirai Rohani juga akan tersingkap, sehingga kesejatian dirinya beradu-adu (adhep idhep), “aku ini kau, tapi kau aku”. Maka jadilah dia yg menyembah sekaligus yg disembah, sehingga dirinya sebagai kawula-Gusti memiliki wewenang murba amisesa, memberi keputusan apapun tentang dirinya, menyatu iradah dan kodrat kawula-Gusti. 2. “Hidup itu bersifat baru dan dilengkapi dengan pancaindera. Pancaindera ini merupakan barang pinjaman, yg jika sudah diminta oleh yg empunya, akan menjadi tanah dan membusuk, hancur lebur bersifat najis. Oleh karena itu pancaindera tidak dapat dipakai sebagai pedoman hidup. Demikian pula budi, pikiran, angan-angan dan kesadaran, berasal dari pancaindera, tidak dapat dipakai sebagai pegangan hidup. Akal dapat menjadi gila, sedih, bingung, lupa tidur dan seringkali tidak jujur. Akal itu pula yg siang malam mengajak dengki, bahkan merusak kebahagiaan orang lain. Dengki dapat pula menuju perbuatan jahat, menimbulkan kesombongan, untuk akhirnya jatuh dalam lembah kenistaan, sehingga menodai nama dan citranya. Kalau sudah sampai sedemikian jauhnya, baru orang menyesalkan perbuatannya.” Menurut Syekh Siti Jenar, baik pancaindera maupun perangkat akal tidak dapat dijadikan pegangan dan pedoman hidup. Sebab semua itu bersifat baru, bukan azali. Satu-satunya yg bisa dijadikan gondhelan dan gandhulan hanyalah Zat Wajibul Maulanan, Zat Yang Maha Melindungi. Pancaindera adalah pintu nafsu dan akal adalah pintu bagi ego. Semuanya harus ditundukkan di bawah Zat Yang Wajib memimpin. Karena hanya Dialah yg menunjukkan semua budi baik. Jadi pancaindera harus dibimbing oleh budi dan budi dipimpin oleh Sang Penguasa Budi atau Yang Maha Budi. Sedangkan Yang Maha Budi itu tidak terikat dalam jeratan dan jebakan nama tertentu. Sebab nama bukanlah hakikat. Nama itu bisa Allah, Hyang Widi, Hyang Manon, Sang Wajibul Maulana dan sebagainya. Semua itu produk akal, sehingga nama tidak perlu disembah. Jebakan nama dalam syari’at justru malah merendahkan nama-NYA. 3.“Apakah tidak tahu bahwa penampilan bentuk daging, urat, tulang, sunsum, bisa rusak dan bagaimana cara Anda memperbaikinya? Biarpun bersembahyang seribu kali setiap harinya akhirnya mati juga. Meskipun badan Anda, Anda tutupi akhirnya menjadi debu juga. Tetapi jika penampilan bentuknya seperti Tuhan, Apakah para Wali dapat membawa Pulang dagingnya, saya rasa tidak dapat. Alam semesta ini baru. Tuhan tidak akan membentuk dunia ini dua kali dan juga tidak akan membuat tatanan batu, dalilnya layabtakiru hilamuhdil yg artinya tidak membuat sesuatu wujud lagi tentang terjadinya alam semesta sesudah dia membuat dunia.” Dari pernyataan itu nampak Syekh Siti Jenar memandang alam makrokosmos sama dengan mikrokosmos (manusia). Kedua hal tersebut merupakan barang baru ciptaan Tuhan yg sama-sama akan mengalami kerusakan atau tidak kekal. Pada sisi lain, pernyataan Syekh Siti Jenar tsb mempunyai muatan makna pernyataan sufistik, “Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia pasti mengenal Tuhannya.” Sebab bagi Syekh Siti Jenar manusia yg utuh dalam jiwa raganya merupakan wadag bagi penyanda, termasuk penyanda alam semesta. Itulah sebabnya pengelolaan alam semesta menjadi tanggungjawab manusia. Maka mikrokosmos manusia, tidak lain adalah Blueprint dan gambaran adanya jagat besar termasuk semesta. Baginya Manusia terdiri dari jiwa dan raga yg intinya ialah jiwa sebagai penjelmaan dzat Tuhan (Sang Pribadi). Sedangkan raga adalah bentuk luar dari jiwa yg dilengkapi pancaindera, berbagai organ tubuh seperti daging, otot, darah dan tulang. Semua aspek keragaan atau ketubuhan adalah barang pinjaman yg suatu saat setelah manusia terlepas dari pengalaman kematian di dunia ini, akan kembali berubah menjadi tanah. Sedangkan rohnya yg menjadi tajalli Ilahi, manunggal ke dalam keabadian dengan Allah. 4. “Segala sesuatu yg terjadi di alam semesta ini pada hakikatnya adalah af’al (perbuatan) Allah. Berbagai hal yg dinilai baik maupun buruk pada hakikatnya adalah dari Allah juga. Jadi keliru dan sesat pandangan yg mengatakan bahwa yg baik dari Allah dan yg buruk dari selain Allah.” “…Af’al Allah harus dipahami dari dalam dan dari luar diri. Saat manusia menggoreskan pena misalnya, di situ lah terjadi perpaduan dua kemampuan kodrati yg dipancarkan oleh Allah kepada makhluk-NYA, yakni kemampuan kodrati gerak pena. Di situlah berlaku dalil “Wa Allahu khalaqakum wa ma ta’malun (Qs.Ash-Shaffat:96)”, yg maknanya Allah yg menciptakan engkau dan segala apa yg engkau perbuat. Di sini terkandung makna mubasyarah. Perbuatan yg terlahir dari itu disebut al-tawallud. Misalnya saya melempar batu. Batu yg terlempar dari tangan saya itu adalah berdasarkan kemampuan kodrati gerak tangan saya. Di situ berlaku dalil “Wa ma ramaita idz ramaita walakinna Allaha rama (Qs.Al-Anfal:17)”, maksudnya bukanlah engkau yg melempar, melainkan Allah jua yg melempar ketika engkau melempar. Namun pada hakikatnya antara mubasyarah dan al-tawallud hakikatnya satu, yakni af’al Allah sehingga berlaku dalil la haula wa la quwwata illa bi Allahi al-‘aliyi al-‘adzimi. Rosulullah bersabda “La tataharraku dzarratun illa bi idzni Allahi”, yg maksudnya tidak akan bergerak satu dzarah pun melainkan atas idzin Allah.” Eksistensi manusia yg manunggal ini akan nampak lebih jelas peranannya, dimana manusia tidak lain adalah ke-Esa-an dalam af’al Allah. Tentu ke-Esa-an bukan sekedar af’al, sebab af’al digerakkan oleh dzat. Sehingga af’al yg menyatu menunjukkan adanya ke-Esa-an dzat, kemana af’al itu dipancarkan. 5. “Di dunia ini kita merupakan mayat-mayat yg cepat juga akan menjadi busuk dan bercampur tanah. Ketahuilah juga apa yg dinamakan kawula-Gusti tidak berkaitan dgn seorang manusia biasa seperti yg lain-lain. Kawula dan Gusti itu sudah ada dalam diriku, siang dan malam tidak dapat memisahkan diriku dari mereka. Tetapi hanya untuk saat ini nama kawula-Gusti itu berlaku, yakni selama saya mati. Nanti, kalau saya sudah hidup lagi, Gusti dan kawula lenyap, yg tinggal hanya hidupku sendiri, ketentraman langgeng dalam ADA sendiri. Bila kau belum menyadari kebenaran kata-kataku maka dgn tepat dapat dikatakan, bahwa kau masih terbenam dalam masa kematian. Di sini memang terdapat banyak hiburan aneka warna. Lebih banyak lagi hal-hal yg menimbulkan hawa nafsu. Tetapi kau tidak melihat, bahwa itu hanya akibat pancaindera. Itu hanya impian yg sama sekali tidak mengandung kebenaran dan sebentar lagi akan cepat lenyap. Gilalah orang yg terikat padanya. Saya tidak merasa tertarik, tak sudi tersesat dalam kerajaan kematian. Satu-satunya yg kuusahakan, ialah kembali kepada kehidupan.” Syekh Siti Jenar menyatakan dgn tegas bahwa dirinya sebagai Tuhan, ia memiliki hidup dan Ada dalam dirinya sendiri, serta menjadi Pangeran bagi seluruh isi dunia. Sehingga didapatkan konsistensi antara keyakinan hati, pengalaman keagamaan, dan sikap perilaku dzahirnya. Juga ditekankan satu hal yg selalu tampil dalam setiap ajaran Syekh Siti Jenar. Yakni pendapat bahwa manusia selama masih berada di dunia ini sebetulnya mati, baru sesudah ia dibebaskan dari dunia ini, akan dialami kehidupan sejati. Kehidupan ini sebenarnya kematian ketika manusia dilahirkan. Badan hanya sesosok mayat karena ditakdirkan untuk sirna. (bandingkan dengan Zoetmulder; 364). Dunia ini adalah alam kubur, dimana roh suci terjerat badan wadag yg dipenuhi oleh berbagai goda-nikmat yg menguburkan kebenaran sejati dan berusaha menguburkan kesadaran Ingsun Sejati. Semoga yg ini bermanfaat dalam kepasrahan yg tidak bisa dipikir dgn Akal tapi dengan Hati yang sulit mengungkapkan rasa Cinta itu secara Tulus…. Walaupun rasa Cinta itu sulit diungkapkan dgn bahasa kita yg sangat terbatas ini…..amin….amin.

Riwayat dan ajaran syekh siti jenar

bagi yang tahu tentang Riwayat dan ajaran syekh siti jenar mari berbagi.......jika tidak suka jgn mencela.....lebih baik diam......Syekh Siti Jenar (juga dikenal dalam banyak nama lain, antara lain Sitibrit, Lemahbang, dan Lemah Abang) adalah seorang tokoh yang dianggap Sufi dan juga salah satu penyebar agama Islam di pulau Jawakontroversial di Jawa, Indonesia.
Tidak ada yang mengetahui secara pasti asal-usulnya, di masyarakat,
terdapat banyak varian cerita mengenai asal-usul Syekh Siti Jenar.
Sebagian umat Islam menganggapnya sesat karena ajarannya yang terkenal, yaitu Manunggaling Kawula Gusti.
Akan tetapi sebagian yang lain menganggap bahwa Syekh Siti Jenar adalah
intelektual yang sudah mendapatkan esensi Islam itu sendiri. Ajaran -
ajarannya tertuang dalam pupuh, yaitu karya sastra yang dibuatnya. Meskipun demikian, ajaran yang sangat mulia dari Syekh Siti Jenar adalah budi pekerti.
Syekh Siti Jenar mengembangkan ajaran cara hidup sufi yang bertentangan dengan cara hidup Walisongo. Pertentangan praktek sufi Syekh Siti Jenar dengan Walisongo terletak pada penekanan aspek formal ketentuan syariah yang dilakukan oleh Walisongo.

Konsep dan AjaranAjaran Syekh Siti Jenar yang paling kontroversial terkait dengan konsepnya tentang hidup dan mati, Tuhan
dan kebebasan, serta tempat berlakunya syariat tersebut. Syekh Siti
Jenar memandang bahwa kehidupan manusia di dunia ini disebut sebagai
kematian. Sebaliknya, yaitu apa yang disebut umum sebagai kematian
justru disebut sebagai awal dari kehidupan yang hakiki dan abadi.
Konsekuensinya, ia tidak dapat dikenai hukum yang bersifat
keduniawian (hukum negara dan lainnnya), tidak termasuk didalamnya
hukum syariat peribadatan sebagaimana ketentuan syariah. Dan menurut ulama pada masa itu yang memahami inti ajaran Siti Jenar bahwa manusia di dunia ini tidak harus memenuhi rukun Islam yang lima, yaitu: syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Baginya, syariah itu baru berlaku sesudah manusia menjalani kehidupan paska kematian. Syekh Siti Jenar juga berpendapat bahwa Allah
itu ada dalam dirinya, yaitu di dalam budi. Pemahaman inilah yang
dipropagandakan oleh para ulama pada masa itu. Mirip dengan konsep Al-Hallaj (tokoh sufi Islam yang dihukum mati pada awal sejarah perkembangan Islam sekitar abad ke-9 Masehi) tentang Hulul yang berkaitan dengan kesamaan sifat manusia
dan Tuhan. Dimana Pemahaman ketauhidan harus dilewati melalui 4
tahapan ; 1. Syariat (dengan menjalankan hukum-hukum agama spt sholat,
zakat dll); 2. Tarekat, dengan melakukan amalan-amalan spt wirid,
dzikir dalam waktu dan hitungan tertentu; 3. Hakekat, dimana hakekat
dari manusia dan kesejatian hidup akan ditemukan; dan 4. Ma'rifat,
kecintaan kepada Allah dengan makna seluas-luasnya. Bukan berarti bahwa
setelah memasuki tahapan-tahapan tersebut maka tahapan dibawahnya
ditiadakan. Pemahaman inilah yang kurang bisa dimengerti oleh para
ulama pada masa itu tentang ilmu tasawuf yang disampaikan oleh Syech
Siti Jenar. Ilmu yang baru bisa dipahami setelah melewati ratusan tahun
pasca wafatnya sang Syech. Para ulama mengkhawatirkan adanya
kesalahpahaman dalam menerima ajaran yang disampaikan oleh Syech Siti
Jenar kepada masyarakat awam dimana pada masa itu ajaran Islam yang
harus disampaikan adalah pada tingkatan 'syariat'. Sedangkan ajaran
Siti Jenar sudah memasuki tahap 'hakekat' dan bahkan 'ma'rifat'kepada
Allah (kecintaan yang sangat kepada ALLAH). Oleh karenanya, ajaran yang
disampaikan oleh Siti Jenar hanya dapat dibendung dengan kata 'SESAT'.
Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar merasa malu apabila harus berdebat
masalah agama. Alasannya sederhana, yaitu dalam agama apapun, setiap
pemeluk sebenarnya menyembah zat Yang Maha Kuasa.
Hanya saja masing - masing menyembah dengan menyebut nama yang berbeda
- beda dan menjalankan ajaran dengan cara yang belum tentu sama. Oleh
karena itu, masing - masing pemeluk tidak perlu saling berdebat untuk
mendapat pengakuan bahwa agamanya yang paling benar.
Syekh Siti Jenar juga mengajarkan agar seseorang dapat lebih
mengutamakan prinsip ikhlas dalam menjalankan ibadah. Orang yang
beribadah dengan mengharapkan surga atau pahala berarti belum bisa
disebut ikhlas.

Manunggaling Kawulo Lan GustiDalam ajarannya ini, pendukungnya berpendapat bahwa Syekh Siti Jenar tidak pernah menyebut dirinya sebagai Tuhan. Manunggaling Kawula Gusti
dianggap bukan berarti bercampurnya Tuhan dengan Makhluknya, melainkan
bahwa Sang Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk. Dan dengan
kembali kepada Tuhannya, manusia telah menjadi sangat dekat dengan
Tuhannya.
Dan dalam ajarannya, 'Manunggaling Kawula Gusti' adalah bahwa di
dalam diri manusia terdapat ruh yang berasal dari ruh Tuhan sesuai
dengan ayat Al Qur'an yang menerangkan tentang penciptaan manusia ("Ketika
Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan
manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan
Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan
bersujud kepadanya (Shaad; 71-72)"
)>. Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala penyembahan terhadap Tuhan terjadi.
Perbedaan penafsiran ayat Al Qur'an dari para murid Syekh Siti
inilah yang menimbulkan polemik bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam
ruh Tuhan, yaitu polemik paham 'Manunggaling Kawula Gusti'.

Hamemayu Hayuning BawonoPrinsip ini berarti memakmurkan bumi. Ini mirip dengan pesan utama Islam, yaitu rahmatan lil alamin. Seorang dianggap muslim, salah satunya apabila dia bisa memberikan manfaat bagi lingkungannya dan bukannya menciptakan kerusakan di bumi.

KontroversiKontroversi
yang lebih hebat terjadi di sekitar kematian Syekh Siti Jenar.
Ajarannya yang amat kontroversial itu telah membuat gelisah para
pejabat kerajaan Demak Bintoro.
Di sisi kekuasaan, Kerajaan Demak khawatir ajaran ini akan berujung
pada pemberontakan mengingat salah satu murid Syekh Siti Jenar, Ki Ageng Pengging atau Ki Kebokenanga adalah keturunan elite Majapahit (sama seperti Raden Patah) dan mengakibatkan konflik di antara keduanya.
Dari sisi agama Islam,
Walisongo yang menopang kekuasaan Demak Bintoro, khawatir ajaran ini
akan terus berkembang sehingga menyebarkan kesesatan di kalangan umat.
Kegelisahan ini membuat mereka merencanakan satu tindakan bagi Syekh
Siti Jenar yaitu harus segera menghadap Demak Bintoro. Pengiriman
utusan Syekh Dumbo dan Pangeran Bayat
ternyata tak cukup untuk dapat membuat Siti Jenar memenuhi panggilan
Sri Narendra Raja Demak Bintoro untuk menghadap ke Kerajaan Demak.
Hingga konon akhirnya para Walisongo sendiri yang akhirnya datang ke Desa Krendhasawa di mana perguruan Siti Jenar berada.[rujukan?]
Para Wali dan pihak kerajaan sepakat untuk menjatuhkan hukuman mati
bagi Syekh Siti Jenar dengan tuduhan telah membangkang kepada raja. Maka berangkatlah lima wali yang diusulkan oleh Syekh Maulana Maghribi ke Desa Krendhasawa. Kelima wali itu adalah Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Pangeran Modang, Sunan Kudus, dan Sunan Geseng.
Sesampainya di sana, terjadi perdebatan dan adu ilmu antara kelima
wali tersebut dengan Siti Jenar. Menurut Siti Jenar, kelima wali
tersebut tidak usah repot-repot ingin membunuh Siti Jenar. Karena
beliau dapat meminum tirtamarta (air kehidupan) sendiri. Ia dapat menjelang kehidupan yang hakiki jika memang ia dan budinya menghendaki.[rujukan?]
Tak lama, terbujurlah jenazah Siti Jenar di hadapan kelima wali.
Ketika hal ini diketahui oleh murid-muridnya, serentak keempat muridnya
yang benar-benar pandai yaitu Ki Bisono, Ki Donoboyo, Ki Chantulo dan Ki Pringgoboyo pun mengakhiri "kematian"-nya dengan cara yang misterius seperti yang dilakukan oleh gurunya di hadapan para wali
Kisah pada saat Pasca KematianTerdapat kisah yang menyebutkan bahwa ketika jenazah Siti Jenar disemayamkan di Masjid Demak, menjelang salat Isya, semerbak beribu bunga dan cahaya kilau kemilau memancar dari jenazah Siti Jenar.
Jenazah Siti Jenar sendiri dikuburkan di bawah Masjid Demak oleh para wali. Pendapat lain mengatakan, ia dimakamkan di Masjid Mantingan, Jepara, dengan nama lain.
Setelah tersiar kabar kematian Syekh Siti Jenar, banyak muridnya
yang mengikuti jejak gurunya untuk menuju kehidupan yang hakiki. Di
antaranya yang terceritakan adalah Kiai Lonthang dari Semarang Ki Kebokenanga dan Ki Ageng Tingkir.
yang sangat