Tuesday, 26 June 2012

Nabi Khidir as

Nabi Khidir as Hadir Ketika Rosullullah wafat. Ibnu Mash’ud berkata: “Ketika Rosulullah saw telah mendekati ajalnya, beliau mengumpulkan kami sekalian dikediaman ibu kita Siti Aisyah, kemudian beliau memperhatikan kami sekalian sehingga berderrailah air matanya dan bersabda: “Selamat datang bagi kamu sekalian dan mudah-mudahan kamu sekalian dibelas kasihani oleh Allah, saya berwasiat agar kamu sekalian bertaqwa kepada Allah serta mentaatiNya. Sungguh telah dekat hari perpisahan kita dan telah dekat pula saat hamba yang dikembalikan pulang kepada Allah ta’ala dan menemui surgaNya. Kalau sudah datang saat ajalku, hendaklah Aly yang memandikan, Fadhal bin Abas yang menuangkan air, dan Usamah bin Zaid yang menolong keduanya, kemudian kafanilah aku dengan pakaianku sendiri, bila kamu sekalian menghendaki, atau dengan kain Yaman yang putih; Kalau kamu sekalian memandikan aku, maka taruhlah aku diatas balai tempat tidurku dirumahku ini, dekat dengan lobang lahatku. Sesudah itu keluarlah kamu sekalian barang sesaat meninggalkan aku. Pertama-tama yang mensholati aku ialah Allah Aza wajalla, kemudian malaikat Jibril, kemudian malaikat Isrofil, malaikat Mikail, kemudian malaikat Izroil dan beserta para pembantunya, selanjutnya semua para malaikat. Sesudah itu masuklah kamu sekalian dengan berkelompok-kelompok dan lakukan sholat untukku.”
Setelah mereka mendengarkan ucapan perpisahan Nabi Muhammad saw, mereka para sahabat menjerit dan menangis seraya berkata, “Wahai Rosullullah, Engkau adalah seorang Utusan untuk Kami sekalian , menjadi kekuatan dalam pertemuan Kami dan sebagai penguasa yang mengurus perkara Kami, bila mana Engkau telah pergi dari Kami, kepada siapakah Kami kembali dalam segala persoalan?”
Rosullullah bersabda,”Telah kutinggalkan kamu sekalian pada jalan yang benar dan diatas jalan yang terang dan telah kutinggalkan pula untuk kamu sekalian dua penasehat yang satu pandai bicara yang satunya diam saja, yang pandai bicara adalah al-Qur’an dan yang diam adalah ajal atau kematian. Apabila ada persoalan yang sulit bagimu, maka kembalilah kamu sekalian kepada Al-Qur’an dan kepada sunnah. Dan kalau hati kamu keras membatu maka lunakkan dia dengan mengambil tamsil ibarat dari hal ihwal mati.
Sesudah itu maka Rosullullah saw menderita sakit mulai akhir bulan Shafar selama delapan belas hari. Para sahabat pun menengok silih berganti. Sedang penyakit yang diderita mulai hari pertama sehingga akhir hayatnya ialah pusing kepala.
Rosullullah mulai menjadi Rosullullah pada hari senin dan wafat juga pada hari senin. Tatkala pada hari senin, penyakit beliau bertambah berat. Maka setelah Bilal selesai adzan subuh, dia pergi menghampiri pintu rumah Rosullullah saw sambil mengucapkan salam, “Assalamu alaika ya Rosullullah!” Siti Fatimah menjawab, “ Rosullullah masih sibuk dengan dirinya sendiri” Bilal terus kembali masuk ke Masjid, dia tidak memahami kata-kata Fatimah. Ketika waktu subuh makin terang, Bilal datang lagi menghampiri pintu rumah Rosullullah saw dan salam seperti semula. Rosullullah mendengar suara Bilal itu, maka beliau bersabda: ‘’ Masuklah hai Bilal, aku masih sibuk terhadap diriku sendiri dan penyakitku rasanya bertambah berat. Maka suruhlah Abu Bakar agar sholat berjamaah dengan orang-orang yang hadir. Bilalpun keluar sambil menangis dan meletakkan tangannya diatas kepala, sambil mengeluh, “Aduh musibah, susah, terputus harapan, telah habis hilang tempat tujuan, andaikata ibuku tidak melahirkan aku.”
Bilal terus masuk masjid dan berkata,”Hai sahabat Abu Bakar, sungguh Rosullullah menyuruh engkau agar sholat bersama-sama dengan orang yang hadir, karena Beliau sibuk mengurusi dirinya yang sedang sakit. Ketika Abu Bakar melihat mihrab (tempat sholat imam) kosong dan Rosullullah tidak hadir, maka Abu Bakar menjerit keras sekali dan jatuh tersungkur karena pingsan. Maka ributlah kaum muslimin, sehingga Rosullullah mendengar keributan mereka, dan bertanya kepada Fatimah, “Hai Fatimah mengapa pagi ini, dan apakah keributan di sana itu?” Siti Fatimah menjawab, “Keributan di sana itu ialah kaum muslimin sendiri , karena engkau tidak hadir”. Maka Rosullullah saw memanggil Ali dan Fadhan bin Abbas, lalu beliau bersandar kepada keduanya dan keluar rumah menuju masjid lalu sholat bersama-sama dengan mereka dua rekaat. Selesai sholat beliau berpaling ke belakang dan bersabda, ”Hai kaum muslimin, Kamu semua dalam pemeliharaan dan pertolongan Allah, oleh sebab itu bertaqwalah kepada Allah serta mentaatinya, maka sesungguhnya saya akan meninggalkan dunia ini. Dan di hari ini hari pertamaku di akhirat dan hari terakhir bagiku di dunia”.
Lalu Rosullullah saw berdiri dan pulang ke rumahnya. Kemudian Allah ta’ala memberi perintah kepada malaikat kematian, ”Turunlah Engkau kepada KekasihKu dengan sebaik-baiknya bentuk, dan lakukan dengan halus dalam mencabut ruhnya, kalau dia mengijinkan kamu masuk, masuklah dan kalau tidak mengijinkan maka janganlah masuk dan kembalilah”.
Maka malaikat kematian pun turun dengan bentuk seperti orang Arab Baduwi desa, seraya mengucapkan salam, “Assalamu ‘alaikum ya ahlal baiti nubuwwati wa ma’danir risalati adkhulu?(mudah-mudahan keselamatan tetap untuk kamu sekalian, wahai penghuni rumah kenabian dan sumber risalah, apakah saya boleh masuk?) ”
Maka Rosullullah saw mendengarkan suara malaikat kematian itu dan bersabda, “Hai Fatimah, siapa yang berada di pintu?” Siti Fatimah menjawab, “Seorang Arab Baduwi yang memanggi dantelah aku katakan bahwa Rosullullah sedang sibuk menderita sakitnya, kemudian memanggil lagi yang ketiga kali seperti itu juga, makadia memandang tajam kepadaku, sehingga menggigil gemetar badanku, terasa takut hatiku dan bergeraklah sendi-sendi tulangku seakan-akan hampir berpisah satu sama lainnya serta berubah menjadi pucat warnaku, Rosullullah saw bersabda, “Tahukah engkau wahai Fatimah, siapa dia” Siti Fatimah menjawab, “Tidak” Rosullullah bersabda, “Dia adalah Malaikat yang mencabut segala kelezatan, yang memutus segala macam nafsu syahwat, yang memisahkan perkumpulan-perkumpulan dan yang memusnahkan semua rumah serta meramaikan keadaan kuburan.”
Maka menangislah Siti Fatimah, dengan tangisan yang keras sekali sambil berkata, “ Aduhai celaka nantinya, sebab kematiannya Nabi yang terakhir, sungguh merupakan bencana besar dengan wafatnya orang yang paling taqwa, terputusnya dari pimpinannya para orang-orang yang suci serta penyesalan bagi kami sekalian karena terputusnya wahyu dari langit, maka sungguh saya terhalang mendengarkan perkataan engkau, dan tidak lagi bisa mendengarkan salam engkau sesudah hari ini” Kata Rosullullah, “Jangan Engkau menangis Fatimah, karena sesungguhnya, engkaulah dari antara keluargaku yang pertama berjumpa dengan aku”

rivalku.................papah kangen

hari penuh kesedihan, rasa haru berbalut luka di saat teman-temanku asyik membuka lembaran catatan perkuliahan namun aku justru sibuk dengan pekerjaan yang belum jua kudapatkan di saat teman-temanku asyik berbicara di atas pena namun aku menari di bawah tinta air mata Dalam hatiku berkata ? bulan ini aku tak kan melanjutkan kuliah sampai tahun depan Aku tak punya uang untuk membayar SPP Aku pantang meminta pada ke dua orang tuaku Aku kerap kali membuat mereka susah, payah, berlinang air mata Ibuku jatuh sakit bulan ini sakit yang dideritanya bermacam-macam mulai dari ringan sampai berat memilukan bahkan dokter mengatakan ibuku harus dioperasi Aku tak tega dengan keadaan ibuku bagaimana mungkin aku meminta padanya sementara ia menahan air mata duka Ayahku hanya seorang wiraswasta belaka dengan gaji tidak seberapa belum lagi ia harus menanggung sekolah adikku yang sampai kini belum jua kunjung mendapat ijazah Dalam hatiku berkata ? biarlah aku membanting tulang bekerja dari pagi hingga petang walau harus bersimbah darah, berpeluh keringat, berlinang air mata Aku tak peduli bagaimana pun aku harus bangkit mencari mahisah demi sebuah cita-cita bahuku terasa berat laksana memikul beban setinggi gunung Mataku mulai berkunang-kunang otot persendianku terasa lemas tiada berisi kepalaku terasa pusing bagai tertimpa sebuah bongkahan batu Terbesit dalam hatiku ? betapa sulit mencari pekerjaan halal dan barokah dari satu tempat sudah kutapaki sudut ke sudut telah ku jelajahi namun nasib baik belum berpihak pada diri Tidak, tidak ! Aku tidak boleh berputus asa dari rahmatNya karena ia Maha gagah, Maha penggenggam rizki hamba-hambaNya Ia tiada mungkin membiarkan hambaNya merengek di depan pintuNya melainkan ia akan segera kabulkan itu semua Memang benar ternyata.... hidup ini laksana mengarungi samudra dunia yang luas membentang Aku meski kuat dan tegar setegar karang di lautan tetap bertahan walau dihantam ombak menghadang, diterpa badai ganas menantang Aku tak boleh tertendang Aku harus maju menjadi seorang pemenang Detik demi detik berlalu, hari berganti hari Alhamdulillah, Allah ’Azza Wajalla mendengarkan doaku Aku diterima sebagai pegawai swasta di perpustakaan nama sekolah itu adalah MTs Guppi sekolahnya sederhana namun tak lekang oleh suasana agama Kepala sekolah bijaksana Guru-guru berwibawa nan berakhlakul karimah Karyawan bersahaja dan siswa-siswa yang ramah tamah semakin membuatku betah di sana Di sekolah ini aku belajar belajar menjadi penyabar walau tak mudah Aku dididik untuk memasang wajah penuh ceria senyum tulus terpatri serta sikap yang jauh dari iri dengki tatkala melayani siswa- siswi yang meminjam buku Di sini aku belajar belajar tentang arti sebuah kedisiplinan bagaimana bisa bangun lebih awal, pagi-pagi tiba di sekolah dan pulang pun harus setia hingga siswa - siswi pulang dari sekolah Di sini aku belajar dari pengalaman pengalaman yang tiada mungkin luput dari benankku senantiasa menari di bola mata-mataku membiaskan warna-warni kehidupan dunia merah, kuning, biru sungguh pengalaman luar biasa Aku belajar darinya teman yang tiada pernah membohongiku senantiasa menemaniku di sela-sela rutinitas aktivitasku menyentuhnya membuat halus jari jemari akrab dengannya memperindah budi pekerti ialah kawan di saat aku kesepian ialah guru di kala aku kebingungan ialah kekasih di tengah aku kegundahan ialah mutiara penyejuk jiwaku yang kering kerontang Jauh dari ketenangan karena dia aku memperloleh segudang pengetahuan Aku belajar darinya Guru-guru kehidupan yang telah membimbingku arti sebuah perjuangan membangunkanku dari tidur panjang meneguhkanku saat diri ini lemah tiada daya Jatuh, putus asa, malas, alpa, terlena, terpuruk berkepanjangan Ia menyibak hikmah dalam setiap episode perjalanan